Selasa, 10 Januari 2012

BeRi aQ saTu ksEmpTaN,MaMa!!!!

Seminggu terakhir ini Lisa, putriku yang hampir berusia 17 tahun seringkali pulang terlambat dari lesnya. Berkali-kali kutanya, jawabannya selalu bilang karena macet. Tapi setahuku dulu tidak begitu, dia selalu pulang tepat waktu.
Hubungan kami memang sedang tak baik. Sejak ia meminta ijin untuk bergabung di band sekolah dan aku tak mengijinkan, putriku seperti memasang tembok penghalang bagi hubungan kami. Dia seringkali membisu meskipun aku berusaha bertanya. Dia memang pendiam, tapi dulu ia selalu bersikap hangat padaku. Aku benar-benar merindukan putri kecilku yang manja, manis dan selalu terbuka padaku.
Aku meminta suamiku ikut campur. Tetapi hal itu justru membuat hubungan kami semakin buruk. Suamikupun angkat tangan dan memintaku bersabar. “Lisa mungkin perlu waktu sendiri dulu, Ma. Bersabarlah!”
Makin hari buruknya hubungan kami semakin meningkat. Aku jadi semakin mudah marah karena tak tahu bagaimana lagi berbicara dengan putriku. Sedikit saja ia melupakan tugasnya, aku langsung  menegurnya dengan keras. Ia diam membisu tapi matanya terlihat sekali  tidak suka.
Ketika akhirnya aku memutuskan untuk diam, rumah kami jadi seperti menyimpan api dalam jerami. Kelihatan tenang, tetapi sebenarnya siap meledak. Aku memilih ikut menghindari pertemuan. Kupikir Lisa sudah cukup dewasa, aku mengenal putriku dengan baik. Ia pasti takkan macam-macam apalagi kalau tahu betapa aku menentang keinginannya menjadi penyanyi.
Dulu waktu Lisa masih di SD, guru-guru kelasnya memang pernah mengatakan suaranya bagus dan merdu. Tapi di keluarga kami, tak ada seorangpun berprofesi sebagai penyanyi. Apalagi setahuku dunia artis itu dunia gemerlap yang jauh dari nilai-nilai spiritual. Maka aku memilih mengarahkannya menjadi ke sekolah lanjutan biasa. Otak Lisa juga cemerlang, jadi aku tak pernah berusaha menggali potensinya sebagai penyanyi.
Berkali-kali sebelum meminta izin bergabung dengan band, Lisa selalu menyelipkan kata-kata bahwa kalau dia menjadi penyanyi, dia tak mau jadi penyanyi penghibur biasa. Dia ingin menjadi penyanyi yang benar-benar berkualitas, dan yang paling penting ia takkan pernah lupa menjalankan ibadahnya. Waktu itu aku hanya menertawakan keinginannya dengan berkata, “Memangnya kamu yakin dengan suara  seperti itu bisa nyari makan sebagai penyanyi?” Aku tahu menyakitkan baginya mendengarku, itu lebih baik agar dia sadar dunia gemerlap penyanyi itu tak semudah seperti yang dilihatnya di televisi.
Beberapa hari setelah terakhir kali bicara dengan Lisa, suatu malam ia mendekatiku dan papanya setelah makan malam usai. Ia menyodorkan sebuah undangan. Aku mengambilnya, membacanya “Malam Dana PMI SMUN Pertiwi”
“Datang ya, Ma! Papa juga kalau bisa. Acara ini aku jadi ketua panitianya. Aku ingin Mama dan papa hadir di sana.” Pintanya sungguh-sungguh.
Mungkin ini pertanda anakku mengajakku berbaikan. Tentu saja aku tak ingin melewatkan acaranya. Aku ingin melihat salah satu keberhasilan putriku. Dengan tersenyum tulus, aku mengangguk mengiyakan. Senyum lebarnya membuat hatiku yakin, putriku sudah memahami kenapa aku melarangnya.
Acara yang kami tunggupun tiba. Aku masuk bersama suamiku, kami mendapat tempat nomor dua dari depan. Beberapa guru Lisa menyapaku dengan akrab, juga teman-teman putriku. Tapi aku tak melihatnya di manapun. Aku bahkan meminta suamiku membantuku mencarinya.
Tiba-tiba seorang gadis memberiku selembar kertas berisi daftar acara. Aku segera membacanya dan barulah aku mengerti. Putriku mungkin sedang bersiap-siap di belakang panggung. Mungkin dia terpilih untuk berpidato mewakili teman-temannya nanti karena aku melihat ada salah satu acara berisi “Persembahan dari hati oleh Lisa Kirana Ambarwati” Menurutku ini judul yang aneh untuk acara pidato, tapi anak-anak remaja sekarang memang pandai membuat hal-hal unik.
Satu persatu acara dimulai. Tapi perkiraanku meleset. Pidato dari ketua penyelenggara malah diwakilkan pada wakil ketua penyelenggara acara. Loh, anakku dimana dong? Persembahan apa yang yang dia akan lakukan. Aku bertanya-tanya, suamiku sampai memintaku untuk diam dan mendengarkan karena capek terus kuusik dengan pertanyaan. Meskipun masih penasaran, aku tetap berusaha berkonsentrasi pada jalannya acara.
Akhirnya terdengar pembawa acara menyebutkan “Mari kita ikuti acara selanjutnya, Persembahan dari hati oleh Lisa Kirana Ambarwati. Sekaligus ketua penyelenggara malam dana ini. Mari kita sambut Lisa!”
Layar panggung terbuka perlahan, bersamaan terdengar suara musik mengalun. Kutatap ke panggung setengah tak percaya saat melihat putriku berdiri di tengah-tengah, tersenyum padaku. Punggungku yang bersandar di sandaran kursi langsung tegak karena tegang melihatnya melakukan sesuatu di luar dugaanku. Kekuatiran membuat tanganku gemetar, perutku terasa mual dan dadaku deg-degan bersiap menahan rasa malu. Biarlah, biar… tapi jangan sampai putriku malah gugup. “Ya Allah, beri dia kekuatan, beri dia keberanian” doaku dalam hati. Tanpa sadar tangan suamiku menggenggam erat tanganku. Kami sama-sama menahan keraguan dan ketakutan bersama.
Suaranya mengalun pelan menyanyikan  salah satu lagu Celine Dion “Because you loved me..”
For all those times you stood by me
For all the truth that you made me see
For all the joy you brought to my life
For all the wrong that you made right
For every dream you made come true
For all the love I found in you
I’ll be forever thankful baby
You’re the one who held me up
Never let me fall
You’re the one who saw me through through it all
Aku terdiam, suara Lisa indah mengalun syahdu membuat bulu kudukku merinding. Benarkah itu putriku yang bernyanyi di depan? Kutajamkan mata menatap putriku seksama. Aku menatapnya penuh kekaguman. Bagaimana mungkin suara sekuat itu keluar dari bibir mungilnya yang tak pernah berkata keras selama ini?
You were my strength when I was weak
You were my voice when I couldn’t speak
You were my eyes when I couldn’t see
You saw the best there was in me
Lifted me up when I couldn’t reach
You gave me faith ‘coz you believed
I’m everything I am
Because you loved me
Sungguh aku tak menyangka suaranya begitu indah, lembut dan merdu seperti ini. Dia tampak berbeda, dia bukan lagi putriku yang pendiam, dia begitu berkilau di bawah sinar lampu panggung itu. Sekilas tampak dua butir air jatuh dari matanya. Oh Tuhan, Aku baru menyadari aku memiliki salah satu malaikatmu. Suaranya begitu terang dan jelas menyuarakan rasa cintanya padaku. Ya Allah, Kau telah membuka mataku, membuka hatiku dan memberitahuku bahwa Kau telah memberiku sebuah anugerah sebesar ini, seorang putri bertalenta dan berbakat luar biasa.
You gave me wings and made me fly
You touched my hand I could touch the sky
I lost my faith, you gave it back to me
You said no star was out of reach
You stood by me and I stood tall
I had your love I had it all
I’m grateful for each day you gave me
Maybe I don’t know that much
But I know this much is true
I was blessed because I was loved by you
Putriku yang tak pernah membantahku, yang selalu mematuhiku sekarang berdiri di panggung, menyuarakan isi hatinya, memohon padaku satu kesempatan. Tangannya mengarah padaku , seakan memohon satu kesempatan menjalani satu keinginannya. Suaranya yang indah memohon tersirat agar aku memberinya izin. “Mama, beri aku satu kesempatan.”
You were my strength when I was weak
You were my voice when I couldn’t speak
You were my eyes when I couldn’t see
You saw the best there was in me
Lifted me up when I couldn’t reach
You gave me faith ‘coz you believed
I’m everything I am
Because you loved me
Aku tahu ia menujukan lagu ini untukku. Ia tahu aku suka lagu ini, ia tahu dulu aku sering mengajaknya menyanyikan lagu ini. Lagu ini adalah lagu bahasa inggris pertamanya, sekaligus lagu yang sering kunyanyikan saat ia masih di SD dulu. Lagu yang kunyanyikan untuknya setiap kali ia merasa gundah atau sedih. Ini lagu kami, tentang kami, tentang cinta anak dan mama…
You were always there for me
The tender wind that carried me
A light in the dark shining your love into my life
You’ve been my inspiration
Through the lies you were the truth
My world is a better place because of you
Pekikan yang indah terdengar memukul dadaku yang terasa sesak. Bulu romaku merinding saat ia begitu meresapi syair lagu itu. Entah kenapa, tiba-tiba airmata telah menggenangi wajahku. Jangan oh… biarkan airmata ini menyingkir, biarkanlah aku melihat putriku, melihat malaikat kecilku bernyanyi. Aku tak mau kehilangan momen paling berharga dalam hidupku. Aku mengaitkan kedua tanganku, bersidekap, dan menatapnya penuh rasa bangga.
You were my strength when I was weak
You were my voice when I couldn’t speak
You were my eyes when I couldn’t see
You saw the best there was in me
Lifted me up when I couldn’t reach
You gave me faith ‘coz you believed
I’m everything I am
Because you loved me
I’m everything I am
Because you loved me .
Suara panjang putriku mengulagi refrain lagu dengan manis makin membuat airmataku mengalir deras. Aku mengangguk padanya. Aku tahu ia melihatku karena senyumnya mengembang. ” Ya, anakku… putriku tersayang. Kau boleh bernyanyi,  boleh melakukan keinginanmu,” bisikku dalam hati.
Lagu berakhir, putriku tersenyum meskipun airmata mengalir di kedua pipinya. Aku berdiri, bertepuk tangan sekuat aku bisa. Aku tak peduli orang lain, aku tak peduli pada suamiku, aku tak peduli walaupun cuma aku yang berdiri dan bertepuk tangan untuknya. Aku hanya ingin bilang padanya, “Anakku, kau hebat! Benar-benar hebat!” aku ingin meyakinkannnya bahwa dialah yang terbaik. Tapi suara gemuruh tepuk tangan penonton lain menenggelamkan teriakanku dan tepuk tanganku. Semua orang berdiri memberi standing applaus untuk penampilannya. Tapi di depan sana, di depan panggung, Lisa  hanya melihatku, melihat Mamanya penuh rasa terima kasih.
Ya Tuhan, terimakasih karena semua orang menyukai penampilan putriku. Aku menatap ke suamiku dan kulihat matanyapun berkaca-kaca. Kami tak bisa berkata-kata, selain saling melemparkan pandangan haru penuh rasa bangga.
Putriku berlari turun dari panggung, berjalan menuju ke arah kami. Aku hanya tahu bahwa menyambutnya dengan pelukan adalah yang terbaik yang bisa kulakukan saat itu. Ia memeluk dengan kencang, “Terima kasih, Mama. Terima kasih” bisiknya berkali-kali.
Ya Allah, terimakasih memberikan putriku keberanian untuk menyuarakan keinginannya. Aku menyesal tak pernah memberinya kesempatan selama ini, sehingga hampir membuatku kehilangan kesempatan memiliki kebanggaan sebesar ini.  Terimakasih ya Allah, sekali lagi memberiku kesempatan menjadi ibu yang terbaik untuknya.  Terima kasih mengingatkanku, bahwa dia cuma titipanMu. Dia punya keinginan, punya cita-cita dan bukan boneka untuk keinginan maupun cita-cita siapapun termasuk Mamanya sendiri.
“Terima kasih atas ijin dan kesempatannya ya, Mamaku sayang.” Bisik putriku ketika kami berada di rumah. Ia memeluk dan menciumiku terus sama seperti dulu, hangat  dan penuh cinta. Anakku tercinta sudah kembali. Aku tertawa, “Bukan sayang, tapi mama yang berterima kasih karena kamu mau memberi mama kesempatan mendengar suara indahmu itu.” Diapun memelukku lagi dengan hangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar