Selasa, 31 Januari 2012

MAKALAHPEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Pendidikan
Oleh :
Riksa Rifqi Fuadi
08510387
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
SILIWANGI BANDUNG
2008
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat
penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena
pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas
sumber daya manusia. Seiring dengan perkembangan teknologi komputer dan
teknologi informasi, maka dunia pendidikan pun tidak lepas dari pengaruh
perkembangan tersebut. Secara khusus untuk pendidikan pengaruhnya akan
dirasakan dengan adanya kecenderungan :
(a) Bergesernya pendidikan dan pelatihan dari sistem yang berorientasi pada
guru/dosen/lembaga ke sistem yang berorientasi pada
siswa/mahasiswa/peserta didik.
(b) Tumbuh dan makin memasyarakatnya pendidikan terbuka/jarak jauh.
(c) Semakin banyaknya pilihan sumber belajar yang tersedia.
(d) Diperlukannya standar kualitas global dalam rangka persaingan global.
(e) Semakin diperlukannya pendidikan sepanjang hayat (life long learning).
Aplikasi teknologi komunikasi dan informasi telah memungkinkan
terciptanya lingkungan belajar global yang berhubungan dengan jaringan yang
menempatkan siswa di tengah-tengah proses pembelajaran, dikelilingi oleh
berbagai sumber belajar dan layanan belajar elektronik. Untuk itu, sistem
pendidikan konvensional seharusnya menunjukkan sikap yang bersahabat dengan
alternatif cara belajar yang baru yang sarat dengan teknologi.
1.1. Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk
mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,
memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang
berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan
untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang
strategis untuk pengambilan keputusan.
Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data,
system jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang
lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar
data dapat disebar dan diakses secara global. Arti teknologi informasi bagi dunia
pendidikan seharusnya berarti tersedianya saluran atau sarana yang dapat dipakai
untuk menyiarkan program pendidikan. Pemanfaatan teknologi informasi dalam
bidang pendidikan sudah merupakan kelaziman. Membantu menyediakan
komputer dan jaringan yang menghubungkan rumah murid dengan ruang kelas,
guru, dan administrator sekolah. Semuanya dihubungkan ke Internet, dan para
guru dilatih menggunakan komputer pribadi.
Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah
mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang
kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains,
teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama
antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang
lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi,
ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran.
Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan,
dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal
dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan
secara elektronik.
1.2. Implikasi Teknologi Informasi Pada Pendidikan
Sejarah IT dan Internet tidak dapat dilepaskan dari bidang pendidikan.
Internet di Amerika mulai tumbuh dari lingkungan akademis (NSFNET), seperti
diceritakan dalam buku “Nerds 2.0.1”. Demikian pula Internet di Indonesia mulai
tumbuh dilingkungan akademis (di UI dan ITB), meskipun cerita yang seru justru
muncul di bidang bisnis. Mungkin perlu diperbanyak cerita tentang manfaat
Internet bagi bidang pendidikan.
Adanya Internet membuka sumber informasi yang tadinya susah diakses.
Akses terhadap sumber informasi bukan menjadi malasah lagi. Perpustakaan
merupakan salah satu sumber informasi yang mahal harganya. (Berapa banyak
perpustakaan di Indonesia, dan bagaimana kualitasnya?.) Adanya Internet
memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses perpustakaan di Amerika
Serikat. Mekanisme akses perpustakaan dapat dilakukan dengan menggunakan
program khusus (biasanya menggunakan standar Z39.50, seperti WAIS¹), aplikasi
telnet (seperti pada aplikasi hytelnet²) atau melalui web browser (Netscape dan
Internet Explorer). Sudah banyak cerita tentang pertolongan Internet dalam
penelitian, tugas akhir. Tukar menukar informasi atau tanya jawab dengan pakar
dapat dilakukan melalui Internet. Tanpa adanya Internet banyak tugas akhir dan
thesis yang mungkin membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk diselesaikan.
Kerjasama antar pakar dan juga dengan mahasiswa yang letaknya
berjauhan secara fisik dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dahulu, seseorang
harus berkelana atau berjalan jauh untuk menemui seorang pakar untuk
mendiskusikan sebuah masalah. Saat ini hal ini dapat dilakukan dari rumah
dengan mengirimkan email. Makalah dan penelitian dapat dilakukan dengan
saling tukar menukar data melalui Internet, via email, ataupun dengan
menggunakan mekanisme file sharring. Bayangkan apabila seorang mahasiswa di
Irian dapat berdiskusi masalah kedokteran dengan seoran pakar di universitas
terkemuka di pulau Jawa. Mahasiswa dimanapun di Indonesia dapat mengakses
pakar atau dosen yang terbaik di Indonesia dan bahkan di dunia. Batasan
geografis bukan menjadi masalah lagi. Sharring information juga sangat
dibutuhkan dalam bidang penelitian agar penelitian tidak berulang (reinvent the
wheel). Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat
digunakan bersama-sama sehingga mempercepat proses pengembangan ilmu dan
teknologi.
Distance learning dan virtual university merupakan sebuah aplikasi baru
bagi Internet. Bahkan tak kurang pakar ekonomi Peter Drucker mengatakan
bahwa “Triggered by the Internet, continuing adult education may wll become our
greatest growth industry”. (Lihat artikel majalah Forbes 15 Mei 2000.) Virtual
university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan
pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya dilakukan
dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam satu kelas?
Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 50 orang. Virtual university dapat
diakses oleh siapa saja, darimana saja.
Inisiaif-inisiatif penggunaan IT dan Internet di bidang pendidikan di
Indonesia sudah mulai bermunculan. Salah satu inisiatif yang sekarang sedang
giat kami lakukan adalah program “Sekolah 2000”, dimana ditargetkan sejumlah
sekolah (khususnya SMU dan SMK) terhubung ke Internet pada tahun 2000 ini.
(Informasi mengenai program Sekolah 2000 ini dapat diperoleh dari situs Sekolah
2000 di http://www.sekolah2000.or.id) Inisiatif seperti ini perlu mendapat
dukungan dari kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Paradigma Pemanfaatan Teknologi Informasi (TI)
Yang perlu diperhatikan sejak awal adalah bahwa penggunaan TI tidak
sama dengan otomatisasi. TI tidak hanya memecahkan masalah dengan
menggantikan pekerjaan yang selama ini dilakukan dengan manual menjadi
berbantuan teknologi. Jika paradigma berpikir itu yang digunakan, maka
pemanfaatan TI, menurut Hammer dan Champy (1993), tidak akan membawa
perubahan radikal. Cara berpikir deduktif (deductive thinking) seperti ini tidak
banyak memunculkan perubahan yang radikal terkait dengan pemanfaatan TI
dibandingkan jika berpikir secara induktif (inductive thinking).
Orang yang berpikir secara deduktif, pertama kali mencari masalah yang
akan dipecahkan dan kemudian mengevaluasi sejumlah alternatif solusi yang akan
digunakan. Jika TI ingin dioptimalkan pemanfaatannya dalam organisasi maka
manajer/pemimpin harus berpikir induktif. Potensi TI harus dikenali dengan baik
terlebih dahulu, kemudian mencari masalah yang mungkin dipecahkan. Masalah
ini mungkin bahkan tidak dikenali sebelumnya atau tidak dianggap sebagai
masalah.
Pertanyaan yang harus dimunculkan bukannya, “Bagaimana kita dapat
menggunakan kemampuan TI untuk meningkatkan apa yang telah kita kerjakan?”,
tetapi “Bagaimana kita dapat menggunakan TI untuk mengerjakan apa yang
belum kita kerjakan?.” Pertanyaan yang pertama lebih terkait dengan otomatisasi,
yang juga dapat meningkatkan efisiensi, namun tidak sebaik yang dihasilkan oleh
rekayasa-ulang (reengineering) berbantuan TI. Rekayasa ulang ini banyak
dilakukan oleh dunia industri.
Dengan sudut pandang yang lain, Davenport dan Short (1990)
mendefinisikan 10 peran yang dapat dimainkan oleh TI, yaitu transactional,
geographical, automatical, analytical, informational, sequential, knowledge
management, tracking, dan disintermediation. Semua peran TI ini dapat
dikontekstualisasikan dengan kebutuhan dunia pendidikan. Dalam bahasa yang
lain, Al-Mashari dan Zairi (2000) menyatakan bahwa manfaat TI adalah pada
kemampuannya yang :
1. enabling parallelism;
2. facilitating integration;
3. enhancing decision making; dan
4. minimizing points of contact.
Pemahaman terhadap peran yang dapat dimainkan oleh TI atau potensi
yang ditawarkan oleh TI merupakan modal awal dalam berpikir induktif. Dengan
demikian, akhirnya, TI dapat diekspoitasi untuk mendapatkan manfaat yang
maksimal.
2.2. Peran Teknologi Informasi (TI) Dalam Modernisasi Pendidikan
Menurut Resnick (2002) ada tiga hal penting yang harus dipikirkan ulang
terkait dengan modernisasi pendidikan:
1. Bagaimana kita belajar (how people learn);
2. Apa yang kita pelajari (what people learn);
3. Kapan dan dimana kita belajar (where and when people learn).
Dengan mencermati jawaban atas ketiga pertanyaan ini, dan potensi TI yang bisa
dimanfaatkan seperti telah diuraikan sebelumnya, maka peran TI dalam
moderninasi pendidikan bangsa dapat dirumuskan. Hubungan antara TI dan
reformasi pendidikan secara grafis diilustrasikan pada Gambar 2.1.
Pertanyaan pertama, bagaimana kita belajar, terkait dengan metode atau
model pembelajaran. Cara berinteraksi antara guru dengan siswa sangat
menentukan model pembelajaran. Terkait dengan ini, menurut Pannen (2005),
saat ini terjadi perubahan paradigma pembelajaran terkait dengan ketergantungan
terhadap guru dan peran guru dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran
seharusnya tidak 100% bergantung kepada guru lagi (instructor dependent) tetapi
lebih banyak terpusat kepada siswa (student-centered learning atau instructor
independent). Guru juga tidak lagi dijadikan satu satunya rujukan semua
pengetahuan tetapi lebih sebagai fasilitator atau konsultan (Resnick, 2002).
Gambar 2.1. Intervensi TI dalam reformasi pendidikan
Intervensi yang bisa dilakukan TI dalam model pembelajaran ini sangat
jelas. Hadirnya elearning dengan semua variasi tingkatannya telah memfasilitasi
perubahan ini. Secara umum, e-learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran
yang disampaikan melalui semua media elektronik termasuk, Internet, intranet,
extranet, satelit, audio/video tape, TV interaktif, dan CD ROM (Govindasamy,
2002). Menurut Kirkpatrick (2001), e-learning telah mendorong demokratisasi
pengajaran dan proses pembelajaran dengan memberikan kendali yang lebih besar
dalam pembelajaran kepada siswa. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip
penyelenggaraan pendidikan nasional seperti termaktub dalam Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa “pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Secara umum, intervensi e-learning dalam proses pembelajaran dapat
dikelompokkan menjadi dua: komplementer dan substitusi. Yang pertama
Bagaimana kita belajar ?
Dimana dan kapan kita belajar ?
Apa yang kita pelajari ?
Teknologi Informasi
mengandaikan bahwa cara pembelajaran dengan pertemuan tatap-muka masih
berjalan tetapi ditambah dengan model interaksi berbantuan TI, sedang yang
kedua sebagian besar proses pembelajaran dilakukan berbantuan TI. Saat ini,
regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah juga telah memfasilitasi pemanfaatan
e-learning sebagai substitusi proses pembelajaran konvensional. Surat Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional No. 107/U/2001 dengan jelas membuka koridor
untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh di mana e-learning dapat masuk
memainkan peran.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang kita pelajari. Pertanyaanpertanyaan
seperti apakah kurikulum telah sesuai dengan kebutuhan siswa dan
apakah kurikulum telah dirancang untuk menyiapkan siswa untuk hidup dan
bekerja pada masa yang akan datang perlu sekali lagi dilontarkan. Perkembangan
TI yang sangat pesat harus dipertimbangkan dalam menjawab pertanyaanpertanyaan
ini. Menurut Resnick (2002), selain TI akan sangat mewarnai masa
depan, TI juga mengubah tidak hanya terhadap apa yang seharusnya dipelajari
oleh siswa, tetapi juga apa yang dapat dipelajari. Sangat mungkin banyak hal
yang seharusnya atau dapat dipelajari siswa tetapi tidak bisa dimasukkan ke dalam
kurikulum karena “ruang” yang terbatas atau kompleksitas yang tinggi dalam
mengajarkannya. Terkait dengan ini, paradigma pembelajaran yang sebelumnya
mengandaikan bahwa sumberdaya pembelajaran hanya terbatas pada materi di
kelas dan buku harus diubah. Hadirnya TI, terutama Internet, telah menyediakan
sumberdaya pembelajaran yang tidak terbatas. Pertanyaan sederhana yang muncul
adalah bagaimana mereka belajar? Jawabannya sangat lugas: akses terhadap
komputer dan Internet telah memungkinkan hal itu terjadi. Contoh lain, yang
tertarik dengan teknologi informasi tetapi tidak mempunyai kesempatan untuk
duduk di bangku sekolah/kuliah bisa mengunjungi www.ilmukomputer.com yang
menyediakan sumberdaya pembelajaran gratis.
Diskusi seperti ini dapat diperpanjang untuk tidak membatasi
pembelajaran hanya pada institusi formal. Sudah saatnya learning society
dikampanyekan sebagai salah satu manifestasi kesadaran semangat pembelajaran
sepanjang hayat (long-life learning). Bukankah kita tidak jarang merasa tidak tahu
apa yang harus dipelajari karena tidak tersedia sarana/informasi tentang itu?
Karenanya, gerakan untuk membuka akses informasi dan pengetahuan seluasseluasnya
kepada masyarakat menjadi sebuah keharusan. Teknologi informasi,
terutama Internet, dalam hal ini memberikan peluang untuk itu.
Kapan dan dimana belajar dilakukan adalah pertanyaan ketiga yang perlu
dipikirkan kembali jawabannya. Apakah harus dalam ruangan kelas dalam waktu
tertentu atau tidak terbatas ruang dan waktu? Model pembelajaran tatap-muka
yang banyak membatasi waktu dan tempat belajar. Sebagai komplemen (atau
substitusi), teknologi e-learning hadir untuk memberikan kebebasan kepada siswa
dalam memilih tempat, waktu, dan ritme belajar (Kirkpatrick, 2004). Interaksi
yang difasilitasi oleh TI ini dapat terjadi secara sinkron (pada waktu yang sama)
maupun asinkron (dalam waktu yang berbeda).
E-learning dapat difasilitasi secara online maupun offline tetapi
berbantuan TI. Produksi CD-ROM dengan konten materi pembelajaran termasuk
di dalamnya. Kini, kita bisa dapatkan banyak CD-ROM untuk pembelajaran di
pasaran; mulai untuk balita. Bahkan beberapa CD-ROM telah memfasilitasi siswa
belajar sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan dengan kemasan yang
menarik. Dalam hal ini, TI dapat menghadirkan digital excitement dalam proses
pembelajaran. Salah satu perusahaan yang memproduksi CD-ROM semacam ini
adalah Akal (www.akalinteraktif.com).
Untuk menfasilitasi e-learning dengan bantuan koneksi Internet, dalam
beberapa tahun terakhir, telah dikembangkan banyak aplikasi yang dirancang
untuk mendukung proses pembelajaran. Aplikasi ini sering disebut dengan
Learning Management System (LMS). LMS ini mengintegrasikan banyak fungsi
yang mendukung proses pembelajaran seperti menfasilitasi berbagai macam
bentuk materi instruksional (teks, audio, video), e-mail, chat, diskusi online,
forum, kuis, dan penugasan. Beberapa contoh LMS adalah WebCT
(www.webct.com), Blackboard (www.blackboard. com), Macromedia Breeze
(www.macromedia.com/software/breeze/), dan Fronter (www.fronter.no). LMS
sudah banyak diadopsi oleh banyak lembaga pendidikan di dunia. Sebagi contoh,
WebCT telah digunakan lebih dari 2200 PT di seluruh dunia (Pituch dan Lee,
2004). Blackboard juga sudah banyak digunakan oleh pendidikan setingkat SMU
(www.blackboard.com).
Banyak kritik dialamatkan kepada penggunaan LMS yang dianggap tidak
membertimbangkan aspek pedagogis. Karenanya, menurut Institute for Higher
Education Policy, Amerika (dalam Govindasamy, 2002) terdapat tujuh parameter
yang perlu diperhatikan dalam menerapkan e-learning yang mempertimbangkan
prinsip-prinsip pedagogis, yaitu:
1. Institutional support;
2. Course development;
3. Teaching and learning;
4. Course structure;
5. Student support;
6. Faculty support;
7. Evaluation and assessment.
Karenanya, dalam bahasan yang lain, Soekartawi (2003) mengidentifikasi bahwa
keberhasilan implementasi e-learning sangat tergantung kepada penilaian apakah:
a. E-learning itu sudah menjadikan suatu kebutuhan;
b. Tersedianya infrastruktur pendukung seperti telepon dan listrik
c. Tersedianya fasilitas jaringan internet dan koneksi Internet;
d. Software pembelajaran (learning management system);
e. Kemampuan dan ketrampilan orang yang mengoperasikannya;
f. Kebijakan yang mendukung pelaksanaan program e-learning.
Dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam manajemen dunia pendidikan,
berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI di dunia pendidikan terkemuka di
Amerika, Alavi dan Gallupe (2003) menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI,
yaitu :
1. Memperbaiki competitive positioning;
2. Meningkatkan brand image;
3. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran;
4. Meningkatkan kepuasan siswa;
5. Meningkatkan pendapatan;
6. Memperluas basis siswa;
7. Meningkatkan kualitas pelayanan;
8. Mengurangi biaya operasi;
9. Mengembangkan produk dan layanan baru.
Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini banyak perguruan tinggi di Indonesia
yang berlombalomba berinvestasi dalam bidang TI untuk memenangkan
persaingan yang semakin ketat.
2.3. Analisis SWOT Terhadap Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi (TI)
Untuk menyatakan peran dan fungsi teknologi informasi pada pendidikan maka
perlu dianalisis dengan metode SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat).
Adapun tahap analisis SWOT menurut Rangkuti (1977) adalah :
a. Identifikasi faktor-faktor eksternal dan internal
b. Memberi nilai peubah dengan pembobotan serta rating dari 1 sampai 5.
Bobot dikalikan rating dari setiap faktor untuk mendapatkan skor untuk
faktor-faktor tersebut.
Sesuai dengan pola empat sel kuadran metode SWOT berikut ini akan dijelaskan
posisi institusi pendidikan dalam perpaduan antara kondisi internal dan eksternal
untuk menyatakan peran dan fungsi teknologi informasi
Peluang Lingkungan
(Opportunities)
Sel 3 : Mendukung Strategi
Turn Around
Sel 1 : Mendukung Strategi
Agresif
Kelemahan Internal
(Weaknesses)
Kekuatan Internal
(Strengths)
Sel 4 : Mendukung Strategi
Defensif / Survival
Sel 2 : Mendukung Strategi
Diversifikasi
Ancaman Lingkungan
(Threats)
Gambar 2.2 Diagram Analisis SWOT
Sel satu adalah situasi yang paling menguntungkan, institusi pendidikan
menghadapi beberapa lingkungan dan mempunyai kekuatan yang mendorong
dalam pemanfaatan peluang yang ada.
Sel dua adalah situasi dimana institusi pendidikan dengan kekuatan
internal menghadapi suatu lingkungan yang tidak menguntungkan.
Sel tiga adalah institusi pendidikan menghadapi lingkungan yang sangat
menguntungkan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menangkap peluang.
Sel empat adalah situasi perusahaan yang paling tidak menguntungkan.
Institusi pendidikan menghadapi ancaman lingkungan yang utama dari suatu
posisi yang relative lemah.
Berikut untuk memperjelas posisi institusi pendidikan serta peran dan
fungsi teknologi informasi maka akan dipetakan posisi institusi pendidikan berupa
matrik SWOT yaitu akan dilihat gabungan antara pemanfaatan kekuatan untuk
menangkap peluang, mengatasi kelemahan dengan mengambil kesempaatan,
menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman, meminimalkan kelemahan
dan menghindarkan ancaman.:
Eksternal factor
Internal Faktor
Opportunities (O)
Identifikasi Peluang
Threats (T)
Identifikasi Ancaman
1.Tersedia alat-alat teknologi
informasi (sarana dan
prasarana)
2. Lingkungan pendidikan
yang terjangkau networking
3.Tersedia lembaga –lembaga
pendukung pendidikan
4. Sumber Daya alam yang
mendukung.
1 Tidak tersedia alat-alat
teknologi informasi (sarana
dan prasarana)
2. Lingkungan pendidikan
yang tidak terjangkau
networking
3. Tidak tersedia lembaga –
lembaga pendukung
pendidikan
4. Sumber Daya alam yang
tidak mendukung.
Strengths (S)
Identifikasi Pendidikan
1. Sumber Daya Manusia yang
akrab dengan teknologi
informasi
2. Tersedianya dana
3. Persetujuan seluruh anggota
yang terlibat.
Strategi SO
SDM yang uggul, dana yang
tersedia dan
persetujuan seluruh anggota
merupakan
kekuatan yang dapat
menangkap peluang
untuk menyediakan sarana dan
prasarana,
menyediakan networking serta
mendapat
dukungan dari lembaga
pendidikan dan
dapat memanfaatkan SDA
yang ada.
Keadaan ini institusi
pendidikan disarankan
Strategi ST
SDM yang uggul, dana yang
tersedia dan
persetujuan seluruh anggota
merupakan
kekuatan tetapi mendapat
ancaman dari
lingkungan berupa sarana dan
prasarana
yang tidak tersedia,
networking tidak
terjangkau, lembaga terkait
tidak
mendukung, SDA yang tidak
memadai.
Keadaan institusi pendidikan
disarankan
menggunakan kekuatan yang
menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang.
dimiliki
untuk menghindarkan
ancaman.
Weaknesses (W)
Identifikasi Kelemahan
1. Sumber Daya Manusia yang
asing dengan teknologi
informasi
2. Kurang tersedianya dana
3. Tidak ada Persetujuan
seluruh anggota yang terlibat.
Strategi WO
SDM yang jelek, dana yang
tidak tersedia
dan tidak ada persetujuan dari
anggota
merupakan kelemahan yang
berakibat tidak
dapat menangkap peluang
berupa sarana
dan prasarana, lingkungan
yang tersedia
networking, lembaga
pendidikan yang
mendukung serta sumber daya
alam yang
memadai. Keadaan institusi
pendidikan
disarankan untuk
memanfaatkan peluang
ada dengan meminimalkan
kelemahan yang
ada.
Strategi WT
SDM yang jelek, dana yang
tidak tersedia
dan tidak ada persetujuan dari
anggota
merupakan kelemahan yang
diperparah oleh
ancaman dari lingkungan
berupa sarana dan
prasarana yang tidak tersedia,
tidak
terjangkaunya networking,
tidak mendapat
dukungan dari lingkungan
terkait, SDA
yang tidak tersedia. Keadaan
institusi
pendidikan disarankan bersifat
defensive
dan berusaha meminimalkan
kelemahan
yang ada serta menghindari
ancaman.
Gambar 2.3 Matriks SWOT
Disinilah peran dan fungsi teknologi informasi untuk menghilangkan
berkembangnya sel dua, tiga dan empat berkembang di banyak institusi
pendidikan yaitu dengan cara:
1. Meminimalisir kelemahan internal dengan mengadakan perkenalan
teknologi informasi global dengan alat teknologi informasi itu sendiri
(radio, televisi, computer )
2. Mengembangkan teknologi informasi menjangkau seluruh daerah dengan
teknologi informasi itu sendiri (Wireless Network connection, LAN )
3. Pengembangan warga institusi pendidikan menjadi masyarakat berbasis
teknologi informasi agar dapat berdampingan dengan teknologi informasi
melalui alat-alat teknologi informasi.
Peran dan fungsi teknologi informasi dalam konteks yang lebih luas, yaitu
dalam manajemen dunia pendidikan, berdasar studi tentang tujuan pemanfaatan TI
di dunia pendidikan terkemuka di Amerika, Alavi dan Gallupe (2003)
menemukan beberapa tujuan pemanfaatan TI, yaitu :
1. Memperbaiki competitive positioning;
2. Meningkatkan brand image;
3. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran;
4. Meningkatkan kepuasan siswa;
5. Meningkatkan pendapatan;
6. Memperluas basis siswa;
7. Meningkatkan kualitas pelayanan;
8. Mengurangi biaya operasi;
9. Mengembangkan produk dan layanan baru.
Karenanya, tidak mengherankan jika saat ini banyak institusi pendidikan
di Indonesia yang berlombalomba berinvestasi dalam bidang TI untuk
memenangkan persaingan yang semakin ketat. Maka dari itu untuk memenangkan
pendidikan yang bermutu maka disolusikan untuk memposisikan institusi
pendidikan pada sel satu yaitu lingkungan peluang yang menguntungkan dan
kekuatan internal yang kuat.
2.4. Faktor-Faktor Pendukung Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi (TI)
Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi (TI) memiliki peran menggeser
lima cara dalam proses pembelajaran yaitu:
1. Dari pelatihan ke penampilan.
2. Dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja.
3. Dari kertas ke “on line” atau saluran.
4. Fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja.
5. Dari waktu siklus ke waktu nyata, Rosenberg (2001).
Teknologi informasi yang merupakan bahan pokok dari e-learning itu
sendiri berperan dalam menciptakan pelayanan yang cepat, akurat, teratur,
akuntabel dan terpecaya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ada
beberapa factor yang mempengaruhi teknologi informasi yaitu:
1. Infrastruktur
2. Sumber Daya Manusia
3. Kebijakan
4. Finansial
5. Konten dan Aplikasi.
Maksud dari faktor diatas adalah agar teknologi informasi dapat
berkembang dengan pesat , pertama dibutuhkan infrastruktur yang
memungkinkan akses informasi di manapun dengan kecepatan yang mencukupi.
Kedua, faktor SDM menuntut ketersediaan human brain yang menguasai
teknologi tinggi. Ketiga, faktor kebijakan menuntut adanya kebijakan berskala
makro dan mikro yang berpihak pada pengembangan teknologi informasi jangka
panjang. Keempat, faktor finansial membutuhkan adanya sikap positif dari bank
dan lembaga keuangan lain untuk menyokong industri teknologi informasi.
Kelima, faktor konten dan aplikasi menuntut adanya informasi yang disampai
pada orang, tempat, dan waktu yang tepat serta ketersediaan aplikasi untuk
menyampaikan konten tersebut dengan nyaman pada penggunanya.
Pendidikan Berbasis Teknologi Informasi (TI) yang merupakan salah satu
produk teknologi informasi tentu juga memiliki faktor pendukung dalam
terciptanya pendidikan yang bermutu, adapun factor - faktor tersebut ; Pertama,
harus ada kebijakan sebagai payung yang antara lain mencakup sistem
pembiayaan dan arah pengembangan. Kedua, pengembangan isi atau materi,
misalnya kurikulum harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Dengan
demikian, nantinya yang dikembangkan tak sebatas operasional atau latihan
penggunaan komputer. Ketiga, persiapan tenaga mengajar, dan terakhir,
penyediaan perangkat kerasnya.
2.5. Masalah Akibat Penggunaan TI
Seperti teknologi lain yang telah hadir ke muka bumi ini, TI juga hadir
dengan dialektika. Selain membawa banyak potensi manfaat, kehadiran TI juga
dapat membawa masalah. Khususnya Internet, penyebaran informasi yang tidak
mungkin terkendalikan telah membuka akses terhadap informasi yang tidak
bermanfaat dan merusak moral. Karenanya, penyiapan etika siswa juga perlu
dilakukan. Etika yang terinternalinasi dalam jiwa siswa adalah firewall terkuat
dalam menghadang serangan informasi yang tidak berguna.
Masalah lain yang muncul terkait asimetri akses; akses yang tidak merata.
Hal ini akan menjadikan kesenjangan digital (digital divide) semakin lebar antara
siswa atau sekolah dengan dukungan sumberdaya yang kuat dengan siswa atau
sekolah dengan sumberdaya yang terbatas (lihat juga Lie, 2004). Minimal, hal ini
memberikan sinyal adanya kesenjangan digital antar kelompok dalam masyarakat,
baik dikategorikan menurut lokasi geografis maupun tingkat ekonomi.
Untuk masalah kesenjangan ini, semua pihak (e.g. pemerintah, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), dunia pendidikan, dan industri) dapat mulai
memikirkan program untuk meningkatkan dan memeratakan aksesterhadap
teknologi informasi di dunia pendidikan. Program yang difasilitasi oleh
Sekolah2000 (www.sekolah2000.or.id) dengan membagikan komputer layak
pakai ke sekolah-sekolah adalah sebuah contoh menarik. Tentu saja program
seperti ini harus diikuti dengan penyiapan infrastruktur lain seperti listrik dan
telepon. Pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan melek (literacy) TI juga pintu
masuk lain yang perlu dipikirkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap
potensi TI, yang pada akhirnya diharapkan meningkatkan kesadaran (awareness).
Tanpa awareness, pemanfaatan TI tidak optimal, dan yang lebih
mengkhawatirkan lagi sulit untuk berkelanjutan (sustainable). Dalam kaitan ini,
program untuk peningkatan awareness yang berkelanjutan seperti pendidikan
berkelanjutan lewat berbagai media (e.g. pelatihan konvensional dan media
massa) dan lomba website sekolah (seperti yang diadakan oleh Sekolah 2000
setiap tahun) merupakan sebuah alternatif yang perlu dipikirkan.
BAB III
KESIMPULAN
Sistem pendidikan di Indonesia bagaikan “bangunan antik”, dimana yang
terjadi adalah pemujaan terhadap sistem pendidikannya, seperti yang kita lihat
sekarang, siswa menjadi kaset yang menghafal materi yang diberikan guru dan
menjawab soal ulangan mirip dengan materi yang telah direkamnya sebelumnya.
Hakikat filosofis dari pendidikan yang aktif dan kritis dikubur oleh pendidikan
konsep bank, seperti kata Freire. “Pantha Rhei!” ketika dunia menuju kemajuan -
yang terjadi dengan sang pendidikan Indonesia malah mundur alias berinvolusi.
Quo vadis pendidikan Indonesia? Mengenalkan IT kepada dunia pendidikan kita
dapat menjadi stimulan untuk memutarbalik proses pemunduran yang terjadi.
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, informasi menjadi semakin
“berlimpah ruah” dan urgensi untuk mendapatkannya juga semakin meningkat.
Namun kekayaan informasi yang segudang ini apabila tidak disertai dengan kunci
gudangnya maka percuma saja. Maka diperlukan kunci untuk membuka gudang
informasi ini, yakni IT.
Namun untuk mencegah “kebanjiran” informasi, diperlukan tenaga
edukatif sebagai pengontrol langsung dilingkungan akademik dan orang tua
dilingkungan rumah untuk bersama-sama memberikan penjelasan secara
gamblang / tidak ditutup-tutupi kepada peserta didik. Sehingga dengan demikian
mereka mendapatkan informasi yang tepat dan berguna. Lalu kemanakah perginya
sang guru / dosen ? Mereka ditempatkan pada posisi yang pernah disiapkan oleh
Sokrates, yakni menjadi moderator yang akan membimbing murid-muridnya
untuk mencari pengetahuannya sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan yang
diajukannya; Atau seperti sistem pendidikan Post Problem Learning, yang
langsung memperhadapkan siswa dengan masalah yang hendak diselesaikan.
Dalam konteks jaman sekarang proses pendidikan filosofis seperti yang
telah disiratkan sebelumnya, akan dipermudah dengan adanya IT sebagai akses
menuju informasi yang membangun pengetahuan.
Namun yang menjadi pertanyaan dilematis adalah, “Siapkah kita untuk
mengimplementasikan IT tersebut?”. Energi dari pemerintahan kita tampak sudah
habis untuk mengurusi yang lainnya, sehingga kendala-kendala pembiayaan selalu
menjadi permasalahan utama pendidikan kita. Diperlukan pembiayaan yang lebih,
yang mungkin bisa didapatkan melalui jalan sebagai berikut:
1. Meningkatkan pajak barang-barang mewah, dan regulasi-regulasi
lainnya terhadap kalangan ekonomi atas, sehingga APBN meningkat,
lalu dialokasikan ke bidang Pendidikan.
2. Menjalin kerjasama dengan Luar negeri dalam bidang Pendidikan &
Budaya. Seperti yang dilakukan oleh FISIP UI dengan Amerika
Serikat,
3. Atau solusi terakhir - adalah dengan swastanisasi pendidikan (disebut
juga Badan Hukum Pendidikan - BHP) sehingga dapat meningkatkan
mutu, namun tetap dikontrol oleh pemerintah agar dapat dinikmati oleh
seluruh strata sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Priyanto, P. (2008) Implikasi IT di Dunia Pendidikan. [Online]. Tersedia :
priyanto1.files.wordpress.com/2008/07/implikasi-it-di-duniapendidikan.
pdf [26 Juli 2008]
Muslim. (2005) ICT Dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia :
tutomu.files.wordpress.com/2007/02/ict-dalam-pendidikan.pdf []
Wahid, F. (2005) Simposium Nasional Peduli Pendidikan. [Online]. Tersedia :
www.geocities.com/fathulwahid/Simposium_nasional_peduli_pendidikan.
pdf [09 Juni 2005]
Juniwati. (2007) Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Dunia Pendidikan.
[Online]. Tersedia : www.kamadeva.com/index-menu-news-newsidtiduniapendidikan.
htm [03 Oktober 2007]
Triono, L. (2007) E-learning. [Online]. Tersedia :
fortip.org/wp-content/uploads/2007/12/e-learning.pdf []
Hartanto, KT. (2007) Teknologi Informasi dan Dunia Pendidikan. [Online].
Tersedia : http://media.diknas.go.id/media/document/5021.pdf [09
November 2007]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar